Sejarah Tari Topeng Malangan

Sejarah tari topeng Malangan diyakini berasal dari kerajaan Kediri pada zaman kepemimpinan Prabu Airlangga. Menurut penuturan Mbah Karimun, seniman senior kota Malang, dikutip dari Prasetya, sejarah tari topeng ini sudah berkembang pada masa kerajaan Kanjuruhan.
Kostum yang dikenakan oleh penari dalam pertunjukan ini utamanya adalah topeng yang khas. Selain itu penari mengenakan kemben berwarna hitam yang memanjang sampai ke kaki, serta selendang berwarna kuning yang di kalungkan di leher.
Keunikan tarian ini terdapat pada warna topeng yang dikenakan oleh penari. Beraneka jenis warna topeng sesuai dengan tokoh yang diperankannya.
Keunikan lainnya, para penari topeng Malangan menggunakan mahkota bagikan seorang ratu yang menambah nilai seni dan keanggunan tarian ini.
Ciri khas Topeng Malangan
Tradisi tari topeng ini memang tidak hanya di temukan di Malang. Hanya saja, karakteristik budaya Malangan yang kuat terletak pada jenis jenis topeng yang digunakan.
Topeng Malangan memiliki keragaman warna yang unik sehingga bisa dibedakan dengan topeng dari daerah lain. Ukiran topeng Malangan juga lebih detail. Salah satu perbedaan yang menonjol ada pada topeng yang dikenakan tokoh para ksatria.
Autentisitas topeng Malangan diperkuat oleh kombinasi lima warna dasar, yaitu merah, putih, hitam, kuning, dan hijau. Masing-masing warna menyimbolkan keberanian, kesucian, kebijaksanaan, kebahagiaan, dan
Pertunjukan Dibagi Beberapa Sesi
Pertunjukan Tari Topeng Malangan dibagi menjadi beberapa sesi. Sesi pertama yaitu Gending Giro, iringan musik gamelan yang dilakukan okeh pengrawit sebagai penanda prosesi pertunjukan akan dimulai. Gendang Giro juga berfungsi sebagai pemanggil penonton untuk segera menyaksikan pertunjukan.
Selanjutnya, Sesi kedua adalah salam pembukaan, sesi ini dilakukan oleh salah satu anggota pertunjukan untuk menyapa penonton dan menceritakan sinopsis cerita yang akan dibawakan.
Sesi ketiga yaitu sesajen, ritual ini dilakukan agar pemain dan penonton diberi keselamatan dan diberi kelancaran selama prosesi pertunjukan tari berlangsung. Kemudian, terakhir adalah inti acara yaitu pertujukan Tari Topeng Malangan.
Alur Cerita Pertunjukan
Secara umum terdapat sekitar 76 karakter tokoh yang dibagi dalam empat kelompok besar. Kelompok pertama adalah tokoh panji yang bercirikan pemuda tampan, baik hati dan pemberani. Tokoh ini memainkan peran sebagai pahlawan (protagonis).
Kelompok kedua adalah tokoh antagonis yang bercirikan memiliki peran berbanding terbalik dengan tokoh panji. Ini disimbolkan dengan corak topeng dengan mata bulat besar dan bertaring.
Kelompok ketiga adalah abdi yang ditandai dengan simbol ornamen unik pada ukiran topeng, dan kelompok keempat adalah tokoh binatang sebagai pelengkap cerita.
Dalang Sebagai Pengatur Jalannya Cerita
Sama halnya dengan pertunjukan Wayang Wong, pada pertunjukan Tari Topeng Malangan terdapat peran seorang Dalang. Peran ini dimainkan untuk mengatur jalan cerita, memberikan sesaji dan membacakan doa pada saat sesajen.
Ketika pertunjukan berlangsung, tarian diiringi oleh musik tradisional seperti kendang, bonang, gong dan intrumen gamelan. Pertunjukan juga dimeriahkan oleh Panjak dan Sinden. Khusus untuk Panjak biasanya dilakukan oleh salah satu penabuh musik pengiring. Selain bertugas memainkan musik dan menyanyi mengiri pertujukan, Panjak juga berperan untuk berkomunikasi dengan Dalang dan penonton untuk menghidupkan suasana pertunjukan.
Padepokan Tari Topeng Malangan
Saat ini, hanya tersisa dua padepokan Tari Topeng Malangan yang bertahan, yaitu padepokan Asmoronbangun dan padepokan seni Mangun Dharma. Padepokan Asmorobangun berlokasi di Jl. Prajurit Slamet, dusun Kedungmonggo, desa Karangpandan, kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.
Padepokan ini dikelola oleh Mbah Karimun. Salah satu sari 27 maestro seni tradisional yang mendapat penghargaan MURI karena kegigihannya melestarikan topeng Malangan.
Kemudian, padepokan seni Mangun Dharma yang berlokasi di dusun Kemulan, desa Tulusbesar, kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Discussion about this post