KELANANUSANTARA – Indonesia memiliki setidaknya 54 taman nasional, tersebar dari ujung barat hingga timur. Kawasan taman nasional ditetapkan sebagai upaya negara dalam melestarikan sumber daya hayati, baik flora maupun fauna yang berada di dalam kawasan tersebut. Setiap taman nasional memiliki pesonanya masing-masing, tak terkecuali Taman Nasional Kelimutu.
Taman nasional yang terletak di Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut memiliki pesona danau dengan tiga warna yang berbeda. Dilansir dari website Balai Taman Nasional Kelimutu, luas kawasan Taman Nasional Kelimutu adalah 5.356,50 ha dengan garis batas total sepanjang 48.423,44 m terdiri dari 241 pal batas hutan kawasan. Sedangkan danau 3 warna terletak pada puncak Gunung Kelimutu dengan ketinggian 1.690 mdpl.
Danau tersebut merupakan kawah dari Gunung Kelimutu yang terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanik di masa lampau. Sedangkan warna yang berbeda pada setiap kawahnya diakibatkan dari aktivitas vulkanik dan kandungan senyawa di dalamnya.
Sejarah pembentukan Taman Nasional Kelimutu
Dilansir pada artikel Kumparan, Danau Kelimutu pertama kali ditemukan oleh Van Such Telen yang merupakan warga Belanda keturunan Lio tahun 1915. Danau ini semakin terkenal setelah dilukiskan oleh Y. Bouman pada 1929.
Kawasan ini sudah dijadikan destinasi sejak tahun 1982, yang kemudian ditetapkan menjadi Taman Nasional pada tahun 1992. Berdasarkan situs resmi pengelola, pengukuhan ini ditetapkan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan No. 279/KPTS-II/1992 tanggal 26 Februari 1992 merubah fungsi dan menunjuk Cagar Alam Danau Kelimutu dan Taman Wisata Kelimutu di Kabupaten Dati II Ende, Provinsi Tingkat I Nusa Tenggara Timur seluas ±5.000 Ha menjadi Taman Nasional dengan nama “Taman Nasional Kelimutu”.
Kelimutu merupakan salah satu gunung api di Indonesia, yang terakhir meletus pada 1968. Namun saat ini, kondisinya tidak lebih aktif dari tahun 1929. Sedangkan paska meletusnya tahun 1968, peringatan paling tinggi yaitu waspada atau level 3 terjadi pada Juni 2013.
Keindahan danau tiga warna

Daya tarik utama Gunung Kelimutu adalah pesona alam danau tiga warna yang merupakan kawah puncak gunung. Kawah pertama biasa disebut dengan Tiwu Ata Polo, kawah kedua biasa disebut dengan Tiwu Koofai Nuwamuri, dan kawah ketiga biasa disebut dengan Tiwu Ata Bupu.
Pahawang Culture Festival 2022, Kesadaran yang Lahir dari Nenek Moyang
Berdasarkan pengamatan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada bulan Mei 2024 terjadi perubahan warna pada Tiwu Ata Polo yaitu dari warna hijau menjadi warna hijau tua. Namun pada kawah lainnya tidak terjadi perubahan warna, Tiwu Koofai Nuwamuri berwarna biru muda, Tiwu Ata Bupu berwarna hijau tua.
Perubahan warna signifikan terjadi pada Tiwu Ata Polo, yang dulunya pernah berwarna merah. Sedangkan kawah lainnya juga berubah warna. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, perubahan warna terjadi karena aktivitas vulkanis yang mendesak gas-gas di dalam bumi hingga keluar ke permukaan, gas itu bereaksi dan bercampur di danau dan menyebabkan perubahan warna air danau.

Kisah magis danau Kelimutu

Keindahan alam Taman Nasional Kelimutu menyimpan banyak cerita magis, yang menjadikan kawasan tersebut dikeramatkan oleh masyarakat adat sekitarnya. Suku Ende Lio adalah masyarakat yang tinggal disekitar kawasan Kelimutu. Setiap kawah memiliki makna tersendiri bagi Suku Ende Lio.
Kawah Tiwu Ata Polo disebut sebagai danau orang jahat. Kawah Tiwu Koofai Nuwamuri disebut sebagai danau muda-mudi. Kawah Tiwu Ata Bupu disebut sebagai danau orang tua.
Masyarakat Lio percaya Kelimutu menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi arwah-arwah yang telah mati raganya. Kelimutu menjadi tempat abadi bagi semua jiwa yang telah berakhir perjalanan hidupnya.
Arwah baik akan menemui kebahagiaan abadi di danau orang tua. Arwah jahat akan dihukum dengan siksaan selamanya di danau orang jahat. Arwah yang melakukan hal baik dan jahat akan ditempatkan di danau muda-mudi.
Setiap tahunnya masyarakat Lio melakukan ritual adat Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata. Dilansir dari artikel Mongabay, ritual adat Pati Ka ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada wujud tertinggi dan arwah leluhur dengan memberinya makan di Danau Kelimutu.
Dalam ritual ini, sesajen berupa nasi dari beras merah dibungkus di anyaman daun lontar dan daging diletakkan di tempurung kepala. Sementara sirih pinang dan tembakau digulung di daun lontar.
Dengan adanya kepercayaan yang masih dipertahankan oleh masyarakat sekitar, menjadikan kawasan ini tetap terjaga kelestariannya. Karena mereka percaya dengan menghormati leluhur dan sang pencipta dengan ikut menjaga warisan adat budaya serta alam.
Discussion about this post