• ABOUT US
  • PRIVACY POLICY
  • TERM OF USE
  • DISCLAIMER
  • HUBUNGI KAMI
  • SITEMAP
Kelana Nusantara
No Result
View All Result
  • Login
  • KELANA
  • SOSOK
  • AKOMODASI
  • BUDAYA
  • KULINER
  • OPINI
  • ACARA
Kelana Nusantara
  • KELANA
  • SOSOK
  • AKOMODASI
  • BUDAYA
  • KULINER
  • OPINI
  • ACARA
  • Login
No Result
View All Result
Kelana Nusantara
No Result
View All Result
Piaynemo Penyangga Perekonomian Kampung Pam (Babak II, Bagian VI)

Piaynemo Raja Ampat © Irsyam Widiyoko/Kelananusantara

Mengenang Masa Kecil Melalui Komik Dragon Ball

K-Pop, Budaya Korea yang Menimbulkan Masalah?

Piaynemo Penyangga Perekonomian Kampung Pam (Babak II, Bagian VI)

Mengenal lebih dekat kehidupan masyarakat Kampung Pam

Deni Rajid by Deni Rajid
18 Juni, 2020
in Kelana, ZZ Slider Utama
29 1
0
Share on Facebook

Baca jugaArtikel :

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

Sebelumnya Baca: Kampung Pam, Masalah Listrik, dan Agas (Babak II, Bagian V)

Seusai keberangkatan Sufy dan pemilik rumah (Ka Gatrija sekeluarga) ke Biak, Papua Barat. Siang itu saya putuskan untuk menghabiskan waktu mengitari pulau, setelah ternyata tidak menjumpai banyak aktivitas masyarakat.

Sepengamatan saya tidak sampai satengah pulau ini dijadikan permukiman. Hampir setengah luasnya ditumbuhi pepohonan khas pesisir.

Pasir putih bercampur patahan terumbu karang berserakan di sepanjang pesisir pulau. Musikalisasi alam menemani langkah menyisir tembok tanggul pantai di arah jalan pulang.

Tiba kembali di rumah, saya menghampiri pace Maikel yang sedang duduk-duduk di beranda dapur bersama Mama Alfredo Fakdawer. Belakangan saya tahu Mama Alfredo aktif bersama ibu-ibu PKK di kampung.

Aktivitas masyarakat mengelola kelapa menjadi sabun

View this post on Instagram

Sabun alami produksi mama mama Kampung Pam #naturalsoap #ekonomikreatif #pemberdayaan #perempuan #kampungpam #kepulauanfam #rajaampat #papuabarat

A post shared by veronica niken dewi ardhiani (@veronicanikendewi) on Aug 24, 2017 at 12:09am PDT

Saya menghabiskan siang hari di sana. Mama Alfredo menceritakan kegiatanya mengelola kelapa menjadi produk sabun.

Tertarik untuk mengetahuinya, lalu saya bertanya, “Mama, kapan aktivitas ini mulai ada di kampung Pam. Setelah mengingat kembali, Mama menjawab, “belum sampai 3 tahun mas Rojer.”

Ia juga menginformasikan tidak hanya kampung Pam yang mendapat perhatian dalam pengelolaan ini. Kampung lainnya seperti Saukabu juga mengolah buah kelapa, produknya Virgin Coconut Oil dan Kampung Saupapir mengolah kelapa jadi Handbody.

Lebih lanjut Mama menjelaskan, program ini berada di bawah bimbingan Conservation International (CI).

Masyarakat Kampung Pam, mengerjakan proses pengembangan produk turunan olahan kelapa secara berkelompok.

Sampai sekarang Dong sudah punya tiga varian produk yaitu sabun dengan wangi melati, lavender dan coconut.

Sedangkan untuk pemasaran, produk sabun dengan kemasan yang berukuran kecil dikirim ke hotel-hotel di sekitar dan untuk ukuran yang lebih besar dijual di sekitar pulau Piaynemo.

Peran penting Piaynemo bagi ekonomi masyarakat

Keberadaan Pulau Piaynemo dan aktivitas pariwisatanya memberi andil cukup signifikan untuk perekonomian masyarakat di kepulauan Pam. Pasalnya, Dong memiliki sistem kesepakatan pembagian kerja dengan melibatkan masyarakat kampung.

Belakangan saya tahu proses pengelolaan tempat wisata di pulau Piaynemo. Pulau ini dikelola oleh masyarakat di tiga kampung. Menggunakan sistem bergulir dengan tenggat waktu satu minggu sekali.

Misal, minggu sekarang bagiannya Kampung Saukabu untuk mengelola Piaynemo, minggu selanjutnya Saupapir, hingga tiba giliran kampung Pam untuk satu minggu ke depan.

Piaynemo diakui oleh Mama Alfredo sebagai tonggak mata pencaharian masyarakat Kampung Pam. Tujuan pemasaran komoditas lokal seperti buah pinang, aksesoris kerajinan tangan, dan kelapa muda.

Aktivitas lainnya selain berjualan, masyarakat juga berperan menjaga pos tiket masuk berwisata secara bergantian di Piaynemo.

Kopra, komoditas warisan nenek moyang

Bagi masyarakat Pam, Kopra (daging buah kelapa yang sudah dikeringkan) adalah mata pencaharian utama yang diwarisi secara turun temurun, selain aktivitas nelayan tentunya.

Pace Maikel bercerita sekilas pengalaman saat menjadi pekerja tani Kopra di kebun milik Bapa Saul Urbasa.

Biasa Dong mengerjakannya secara berkelompok dan hasilnya dibagi rata setelah panen. Misalnya, lahan dikerjakan lima orang.

Upah per orang bisa sampai Rp1.5 juta bersih dengan potongan bensin, kopi, gula, rokok yang terlebih dahulu mereka ambil di kios.

Berbeda halnya jika pengerjaan lahan digarap dengan sedikit orang, upahnya pun bisa lebih besar. Pada 2019 kopra yang sudah kering harga per satu kilo gramnya Rp3.500.

Saat panen tiba masyarakat biasa menginap di pulau hingga satu minggu atau lebih bergantung dari banyaknya hasil panen.

Pengetahuan tentang Kopra dari Pace Maikel

Pace penuh semangat menceritakan sambil meragakan detail pekerjaanya ketika kami berdua di halaman rumah. Ia langsung membawa peralatan tempurnya.

“Rojer, parang ini gunanya untuk mengambil kelapa tua yang su jatuh dari pohon, tokiakan (pukul ke arah kelapa), lalu masukan ke saloy (keranjang),” Pace beberapa kali memperlihatkan gayanya dengan menujuk saloy yang digendong.

“Terus kalau kelapa su terkumpul selanjutnya dikupas, dan dapat ambil buahnya,” Pace mencungkil isi kelapa sambil melanjutkan, “serabut/ampas kelapa ini mas, masih dapat dipakai untuk bahan bakar selama asar kelapa,” terang pace sambil menegaskan.

“Nanti kalau lagi kebetulan saya ada kerja Kopra, Rojer bisa ikut ee, supaya jelas, kalau ini buat gambaran saja toh,” tegas Pace.

Jelang sore itu kami duduk-duduk kembali dengan ditemani anggur kupu (tembakau) dan kopi senang.

Menyaksikan cara memancing masyarakat Pam

Sore hari tiba, saya kembali berjalan mendekati dermaga kecil berlantai papan, kali ini saya memperhatikan aktivitas kaka-kaka dan anak-anak kecil sedang bermain dengan cigi (nama alat pancing dari bambu, nilon dan mata kail).

Tempat ini jadi sangat ramai jelang air pasang. Menghampar pemandangan segerombolan hitam bergerak di balik birunya air laut. Menandakan ikan oci sedang bermain tidak jauh dari ref hingga ke kolong papan jembatan.

Saya pertama kali menyaksikan aktivitas memancing tanpa umpan, cukup bermodalkan mata kail yang sudah terpasang di cigi.

Sekilas terlihat mudah, hanya dengan melemparkan mata kail ke arah titik hitam bergerombol.

Seketika mata kail menyentuh air, langsung dapat ditarik, jika dirasa berat tanda ikan oci tersangkut di mata kali.

Namun tidak segampang yang dibayangkan, setelah saya mencoba, beberapa kali gagal terus, untuk bisa dapat satu ekor saja susahnya minta ampun ee.

Bagi Dong yang sudah terbiasa memancing ikan dengan cigi, sebentar saja sudah dapat satu loyang ikan oci.

Anak-anak kecil juga tidak kalah aktif, dong memancing sambil bermain menggunakan tali nilon dengan mata kail dan umpan tepung. Ikan bukan untuk dikonsumsi tapi dilepas kembali.

Lembayung berangsung padam, menggeser keceriaan di dermaga kecil ke dalam kampung. Jajaran blok pertama yang berdekatan dengan dermaga jadi bagian tempat anak-anak menghabiskan malam.

Berbagi kisah semalam suntuk dengan Pace Maikel

Saya kembali ke beranda teras Pace Maikel, berteman bintang serta keheningan malam yang menyusup di gendang telinga.

Duduk berdua dengan Pace, saya mengawali obrolan dengan mengisahkan kehidupan di pulau Jawa, hingga kisah keberangkatan dari rumah hingga sampai di kampung ini. Sedangkan Pace berkisah seputar perkampungan Raja Ampat.

Selama tembakau masih setia mendampingi malam yang panjang. Kami berbagi cerita tanpa henti. Dibalut kisah lucu dan haru. Malam berlalu tak berasa, hingga kantuk menghentikan obrolan.

Sejarah lisan Kampung Pam

Besok paginya, 22 April 2019, hari ketiga saya tinggal di Kampung Pam dengan berbagai aktivitas dan pengalaman baru. Saya kemudian mengenang kebiasaan Nenek di kampung, pegunungan Jawa Barat.

Pagi-pagi sekali masyarakat Pam sudah menyapu halaman. Belakangan saya ketahui sebelum menyapu Dong biasa mencuci piring dan membuat kue.

Seusai menyapu biasanya Dong duduk-duduk santai di beranda rumah. Setelah sarapan dengan kue dan segelas kopi/teh barulah kehidupan seisi kampung dimulai.

Beberapa dari mereka bersiap pergi berkebun, lahanya berada di pulau seberang. Dong bilang Tanah Besar atau Arfos. Di sana masyarakat bercocok tanam keladi, petatas, kasbih, pisang, sagu, pinang, dan kelapa.

Mayoritas hasil panen dikonsumi untuk kebutuhan rumah tangga, kecuali hasil kebun seperti pinang dan kopra yang dijadikan komoditi untuk dijual.

Berdasarkan sejarah lisan yang dituturkan oleh Bapa Saul Urbasa. Sekitar tahun 1930an sebelum mendiami kampung Pam, masyarakat tinggal di Tanah Besar, Arfos.

Orang Sawai, atau saat ini dikenal dengan orang Seram yang menyematkan nama Pam untuk kampung ini. Jadi ceritanya, dulu mereka melepas jaring di wilayah Pam.

Setelah ikan penuh. Jaring ditarik, lalu putus. Dari kejadian itu diberilah nama Pam Bemuk. Pam berarti Jaring, Bemuk berarti putus.

Aktivitas kerajinan tangan masyarakat

Selain berkebun, saat luang Mace-mace di kampung mengisi waktu dengan menganyam senat (tikar).

Saya mendekat ke salah satu rumah saat sedang berkeliling, lalu berjumpa dengan Mace Lorina yang sedang menganyam.

Mace cerita, senat yang dikerjakannya berbahan dasar gaba-gaba (batang) pohon sagu. Gaba-gaba diambil lalu diraut menggunakan pisau.

“Kalau dulu mas, yang pesan senat banyak, kitong (kita orang) sampe tidak berhenti bikin. Kalau sekarang su berkurang, jual satu-dua saja susah,” jelas Mama Lorina saat di beranda rumahnya.

Ia juga menceritakan masih memiliki kerabat dengan Bapa Saul Urbasa, setelah Mama Lorina tahu di mana saya tinggal.

“Mama, baru yang beli kebanyakan dari daerah mana saja?”

“Kebanyakan dijual ke luar kabupaten Raja Ampat mas,” ujar Mama. Kemudian saya menanyakan nilai jualnya.

“Harga jual beragam menyesuaikan ukuran, senat kecil berkisaran di harga Rp100.000 dan yang sedang Rp150.00 dan yang jumbo bisa sampai Rp300.000,” ujar Mama

Harga ini menyesuaikan dengan realita yang ada. Raja Ampat adalah wilayah kepulauan, minyak dan bensin jadi kebutuhan primer yang menguras uang masyarakat.

Saat ini Mace menyediakan senat jika ada pesanan saja. Seperti yang sedang dikerjakan ini untuk dikirim ke Sorong.

Selain menganyam senat, masyarakat juga membuat tas Noken. Tas ini menggunakan material yang tumbuh di pesisir Raja Ampat.

Masyarakat pu bahasa sendiri, Dong menyebutnya daun tikar, daun ini berasal dari pohon tikar yang bersirip dan berduri.

Proses pembuatanya, daun dibakar, kemudian diraut supaya mudah dianyam dan memiliki ketahan.

Kemudian daun jemur, semula dari warna hijau sampai keputih-putihan baru bisa dijadikan bahan noken. Selain itu masih ada kebiasan lain dari masyarakat yaitu menganyam topi dan atap rumah.

Semua mata pencaharian masyarakat ini warisan turun temurun. Aktivitas ini masih dapat dijumpai di seluruh perkampungan pesisir Raja Ampat, terang Mace. Biasanya pesanan datang dari tamu yang berwisata dan pegawai di pemerintahan.

Foto sampul artikel oleh: Irsyam Widiyoko

Share201Tweet10Pin4SendShareSend
Previous Post

Mengenang Masa Kecil Melalui Komik Dragon Ball

Next Post

K-Pop, Budaya Korea yang Menimbulkan Masalah?

Deni Rajid

Deni Rajid

Saya bagian dari alumnus Seni musik tradisional, Sejarah, hingga menggauli backpacker writing story without money.

Related Posts

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong
Kuliner

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)
Opini

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

15 September, 2020
116
Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)
Opini

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

14 September, 2020
138
Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)
Kelana

Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

13 September, 2020
134
Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang
Budaya

Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang

13 September, 2020
302
Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim
Akomodasi

Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim

14 September, 2020
356

Discussion about this post

Artikel Terpopuler

Mahabhusana Wilwatiktapura, Pakaian Kerajaan Majapahit

Mahabhusana Wilwatiktapura, Pakaian Kerajaan Majapahit

26 Februari, 2020
2.3k
Mengapa Orang Sunda Malas?

Mengapa Orang Sunda Malas?

15 Mei, 2020
4k
Menelusuri Kisah Tari Topeng Malangan

Menelusuri Kisah Tari Topeng Malangan

5 Maret, 2020
722
Daun Kelor: Sejarah, Mitos dan Manfaatnya

Daun Kelor: Sejarah, Mitos dan Manfaatnya

14 September, 2020
381
Mengingat Kembali Puisi Mbeling

Menafsir Mata Jeihan Memotret Pancasila

3 Juni, 2020
277
Belanja Tanaman Hias di Grace Rose Farm

Belanja Tanaman Hias di Grace Rose Farm

21 Februari, 2020
188

Rekomendasi Kelana

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

15 September, 2020
116
Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

14 September, 2020
138
Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

13 September, 2020
134
Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang

Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang

13 September, 2020
302
Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim

Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim

14 September, 2020
356

Yuk Ikuti Kelana Nusantara!

  •       taufan haidar   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  •       evaanggarr   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  •       delumanto   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  •       ant tiflen   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • AS Laksana dan Yusi Avianto Pareanom membawa Semarang yang berbeda dari Nh  Dini  Semarang yang lebih aktual dan kekinian  Tidak ada sawah dan burung kuntul yang beterbangan di atasnya  Tidak ada seekor kerbau menarik pedati untuk mengangkut hasil bumi    Foto oleh  wachidchoirulamin      Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • masyarakat Kayaan terdahulu menganggungkan konsep spiritual pada tiga pilar  yakni  Tenangan   pembagi rejeki    Tipang   pencipta   dan  Tinge   pemelihara   Tiga pilar ini memiliki kemiripan dengan konsep trinitas gereja    Foto oleh  litenatu id      Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • Rendang dan kopi pasangan serasi makanan terenak di dunia     Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • Family Cafe Bergaya Bohemian di Cijantung  Jakarta Timur     Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • Restoran yang mengampanyekan gaya hidup Vegan demi lingkungan     Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
Facebook Twitter Instagram

Bekal Petualanganmu

Iwakmedia Digital Indonesia

Iwakmedia Workshop II
Ruko Jatimurni, Jl Jatimurni No. 2.
Jatipadang, Pasar Minggu.
Kode Pos 12540. (+6221) 780 8020.
Jakarta - Indonesia
Basecamp Kelana Nusantara
Jl. Mentor, Gg Dakota, RT.01/RW.05
Sukaraja, Cicendo.
Kode Pos 40175.
Kota Bandung - Indonesia

Tentang Kelana Nusantara

  • About Us
  • Privacy Policy
  • Term Of Use
  • Disclaimer
  • CONTACT US

Kelana Nusantara © 2020. All Rights Reserved. Powered by iwakmedia.

No Result
View All Result
  • Kelana
  • Sosok
  • Akomodasi
  • Budaya
  • Kuliner
  • Opini
  • Acara
    • Artikel Acara
    • Kalendar Acara
  • Login

Kelana Nusantara © 2020. All Rights Reserved. Powered by iwakmedia.

Welcome Back!

Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Cookie settingsACCEPT
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary Always Enabled

Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.

Non-necessary

Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.

Add New Playlist