ABAD DUA PULUH
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X
X X
KITA MAU KE MANA?
Puisi ini berjudul Abad Dua Puluh. Abad transisi bagi masyarakat dan manusia Indonesia. Kata transisi mengacu pada cara berpikir antara terbawa pengaruh modern bangsa barat, tetap mempertahankan khasanah budaya tradisional warisan dari nenek moyang atau dapat memilah sisi positif dari keduanya.
Cara berpikir modern lahir di Eropa sekitar tahun 1500. Kemunculannya mulai di kota-kota dagang daerah pantai Italia. Manusia hidup dari transaksi dagang. Menjual jasa dalam praktik jual beli. Mereka bukan manusia produktif, tapi sebenarnya manusia eksploitatif.
Manusia modern hidup dari eksploitasi dan manipulasi. Mengeksploitasi dan memanipulasi produsen dan konsumen. Masyarakat modern pada awalnya adalah manusia “penipu”. Kalau tidak berdusta tidak akan hidup.
Dalam dusta, peran kata-kata jadi amat penting. Memanipulasi realitas faktual dalam kesadaran, pikiran, bahasa, dan kata. (Sumardjo, 2007)
Pandangan ini mengandung relevansi langsung dan tidak langsung cara berpikir modern di Indonesia dengan perkembangan pemikiran barat yang dimulai sekitar tahun 1500.
Jakob Sumardjo melihat kecenderungan masuknya pemikiran modern barat di Indonesia sebagai sesuatu yang negatif dan dipandang secara skeptis.
Awal Mula Abad Moderm di Dunia Barat
Melalui Masa Depan Tuhan: Sanggahan Terhadap Fundamentalisme dan Ateisme, Karen Amstron dengan ciamik memaparkan mengenai awal mula abad modern di dunia barat. Pada abad ke-16, dunia barat mulai menciptakan peradaban baru dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Ketika itu bangsa Barat berpandangan, ekonomi modern lebih bertumpu pada replikasi sumber daya teknologi dan penanaman modal terus-menerus, daripada mengandalkan surplus hasil pertanian. Menyediakan sumber kekayaan yang dapat diperbarui tanpa batas
Pandangan ini membebaskan banyak kendala pada kehidupan masyarakat pramodern, ketika ekonomi tidak bisa melebihi titik tertentu dan akhirnya kehabisan sumber dayanya.
Akibatnya, masyarakat agraris cenderung konservatif karena tidak mampu melakukan replikasi infrastruktur yang mencirikan modernitas.
Pemikiran orisinal tidak dianjurkan karena bisa menyebabkan frustasi dan kerusuhan sosial, karena ide-ide segar jarang bisa dilaksanakan dan proyek-proyek yang membutuhkan pengeluaran keuangan terlalu besar biasanya ditunda.
Peradaban yang Bertumpu pada Aspek Ekonomi dan Teknologi
Pada abad ke-16 bangsa barat khususnya Eropa memulai suatu peradaban yang bertumpu pada aspek ekonomi dan teknologi. Kemudian memengaruhi cara berpikir dan memandang sesuatu.
Karen Amstrong memaparkan, ketika itu sebuah proses kompleks terjadi di Eropa. Kemudian perlahan-lahan mengubah cara orang berpikir dan menjalani kehidupan.
Berbagai penemuan terjadi serempak di berbagai bidang. Tidak ada yang tampak sangat menonjol ketika itu, tetapi efek kumulatifnya akan amat menentukan.
Para spesialis dalam satu disiplin menemukan bahwa mereka mendapat manfaat dari penemuan-penemuan yang dibuat orang lain. Ilmuan selaku pembuat instrumen dan penjelajah sama-sama bergantung pada peningkatan efesiensi.
Pada abad ke-16 bangsa Eropa menggagas tiga aspek krusial dan fromatif. Renaisans, Reformasi, dan Revolusi Ilmiah. Ketiga aspek tersebut saling terkait dan memengaruhi dalam cara yang sama. Ketiganya mencerminkan zeitgeist modern awal dan diliputi oleh etos agama.
Bangsa Eropa Memengaruhi Dunia Timur, Termasuk Indonesia
Perubahan yang terjadi pada peradaban bangsa Eropa, sedikit-banyak berpengaruh terhadap bangsa-bangsa di belahan dunia Timur, khususnya Indonesia. Perubahan ini yang ditafsir berkaitan dengan konteks puisi Abad Dua Puluh karya Jeihan Sukmantoro.
Nyoman Kutha Ratna dalam Postkolonialisme Indonesia: Relevansi Sastra mengatakan, terjadinya kolonialisme di Asia, khususnya Indonesia, memiliki sejarah perkembangan sangat panjang. Menyangkut persoalan ekonomi, sosial, politik, dan agama.
Awal kedatangan bangsa Eropa pada dasarnya bukan untuk menjajah seperti yang diyakini pada umumnya. Artinya, kehadiran mereka di dunia Timur tidak sertamerta dapat dikaitkan dengan maksud mengadu domba, memecah belah, melakukan monopoli, berperang, dan berbagai tujuan lain untuk menguasai.
Beberapa indikator pemicu utama kedatangan bangsa Barat yaitu pengaruh langsung hasil-hasil pendidikan dan pengajaran yang diperoleh sepanjang Zaman Renaissance. Akibat langsung berbagai penemuan, khususnya ilmu pengetahuan praktis.
Persaingan ketat dalam bidang ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masing-masing negara. Minat menemukan wilayah baru akibat sempitnya wilayah negara-negara di Eropa.
Pecahnya agama Kristen menjadi Katolik dan Protestan dengan pertimbangan bahwa agama terakhir dianggap memiliki etos lebih kuat untuk berkembang.
Renaissance dan Puisi Abad Dua Puluh
Merujuk pada uraian Nyoman, kata Renaissance hadir sebagai salah satu indikator. Mengarah pada konsep besar puisi Jeihan yang ditandai oleh simbol ’X’. Simbol yang menyiratkan kondisi ruang dan waktu. Spasial dan temporal.
Menurut Jensen dalam Postkolonialisme Indonesia: Relevansi Sastra, zaman Renaissance menyajikan kemajuan pada empat bidang, yaitu: seni sastra, karya seni pada umumnya, ilmu pengetahuan, dan agama.
Zaman dibangkitkannya kembali nilai-nilai manusia secara individual di satu pihak, nilai-nilai kebudayaan Yunani dan Romawi Kuno yang disebut kebudayaan klasik di pihak lain.
Karen Amstrong juga mengulas mengenai hubungan Zaman Renaissance dengan kaum humanis. Menurutnya, para humanis yang terutama bertanggung jawab menciptakan konsep individubagi etos modern.
Hanya seseorang yang lepas dari semboyan komunal, sosial, atau dogmatis yang bisa berinovasi dengan bebas, bereksperimen dengan berani, menolak otoritas mapan, dan mengambil resiko kemungkinan kesalahan.
Pahlawan masa modern awal adalah para penjelajah, yang bisa menembus alam pemikiran dan pengalaman baru secara independen, tetapi siap untuk bekerja sama dengan orang lain.
Mencermati Struktur Abad Dua Puluh
Puisi Abad Dua Puluh memiliki kesamaan rupa dengan puisi Indonesia, karya Jeihan lainnya. Visual kotak kembali muncul di dalam puisi ini, hanya saja Jeihan memakai simbol yang berbeda untuk kedua puisinya.
Puisi Indonesia memakai simbol ‘V’ pada bangunan rupa puisinya. Di dalam puisi Indonesia Jeihan membawa konteks pancasila untuk kembali direnungkan. Konteks menjadi penting untuk menafsirkan puisi yang tersaji secara visual.
Puisi Abad Dua Puluh membawa konteks yang berbeda dengan puisi Indonesia. Pada puisi ini Jeihan menggunakan simbol ‘X’ pada bangunan rupa puisinya.
Puisi ini terdiri dari dua bait. Bait pertama terdiri dari kumpulan simbol ‘X’ berbentuk kotak berjumlah dua puluh dalam dua puluh baris pada setiap sisinya.
Setiap baris terdiri dari satuan simbol ‘X’ yang berjumlah dua puluh. Baris terakhir pada bait pertama dilengkapi dengan dua simbol ‘X’ yang terpisah dengan kesatuan bangunan ‘X’ lainnya.
Kedua ‘X’ yang terpisah ini sekilas secara visual menyiratkan kejanggalan dan tidak simetris. Dan bait kedua terdiri dari baris yang berbunyi: /Kita mau ke mana?/
Kata-kata Sudah Tidak Lagi Menggambarkan Apa-apa
Mengacu pada kutipan Jakob Sumardjo, “Masyarakat modern pada awalnya adalah manusia “penipu”. Dapat ditafsirkan bahwa Jeihan menggunakan simbol ’X’ untuk menunjukan bahwa kata-kata tidak lagi menggambarkan apa-apa.
Ketika Sutardji Calzoum Bachri melalui kredonya mengatakan mengenai fungsi kata yang harus bebas dari penjajahan pengertian dan beban ide. Jeihan sudah melampauinya.
Puisinya bahkan sudah tidak berpangkal pada peran dan fungsi kata. Ia mengembalikan kata kepada bentuk asalnya yaitu sebagai huruf dan simbol.
Menggunakan huruf jadi struktur yang membentuk visual. Menjadikan Rupa visual sebagai cara berkomunikasi dan menyampaikan pesan.
Bangsa Mesir sekitar tahun 3100 SM sudah melakukannya. Menggunakan pictograph sebagai simbol-simbol yang menggambarkan objek.
Komunikasi dengan menggunakan gambar berkembang dari pictograph hingga ideograph. Simbol-simbol merepresentasikan gagasan kompleks serta konsep abstrak.
Peran kata-kata sudah mencapai taraf yang paling ambigu. Jeihan melalui puisinya ingin mengembalikan bahasa dan kata kepada aspek rupa dan visual.
Menafsir Simbol ‘X’
Pengaruh Renaissance secara langsung dan tidak langsung melekat di dalam cara berpikir manusia Indonesia pada konteks ruang dan waktu Abad Dua Puluh, sesuai dengan judul puisi ini.
Simbol ’X’ mengarah pada penafsiran mengenai kebebasan satu individu dari semboyan komunal seperti yang diutaran oleh Karen Armstrong.
Kebebasan adalah syarat kemajuan dan kebaruan bagi cara berpikir, bertolak dari kata Renaissance. Simbol ’X’ juga berkaitan dengan identitas yang dimiliki Indonesia pada Abad Dua Puluh.
Kata Renaissane memicu kata pendamping yaitu modern. Modern dalam konteks ruang dan waktu di Indonesia, berbeda dengan kata modern bagi bangsa Barat.
Modern Bagi Manusia Indonesia
Modern bagi manusia Indonesia, ada ketika pengaruh asing masuk. Kedatangan bangsa Barat membawa pengaruh yang relatif besar di berbagai aspek kehidupan.
Kolonialisme di Indonesia diawali ketika empat buah kapal Belanda, dipimpin oleh Cornelis de Houtman tiba di Banten (1596), pelabuhan lada terbesar di Jawa Barat ketika itu. Semenjak itu perubahan banyak terjadi pada wajah Indonesia, membekas luka luar maupun dalam (Ratna, 2008).
Pada tahun yang lebih awal di bawah pimpinan kapten Fransisco Serrao dalam ekspedisi Antonio de Abreu, Portugis jadi bangsa Eropa pertama yang tiba di Maluku. Merapatkan kapalnya pada 1512.
Pada konteks puisi ini, bangsa Barat meninggalkan bekas yang hingga saat ini masih diperdebatkan. Jeihan memberi judul Abad Dua Puluh, sebagai isyarat awal yang mengarah pada tafsiran mengenai indentitas diri, mental dan cara pandang manusia Indonesia menanggapi perubahan zaman.
Dalam Bangsa yang Belum Selesai: Indonesia, Sebelum dan Sesudah Soeharto Max Lane mengungkapkan, keragaman nusantara pada awal abad ke-20 adalah keragaman berbagai kebudayaan yang dikalahkan.
Keragaman budaya diubah jadi sebatas tradisi, sebatas kebudayaan tiruan di museum. Dipelihara untuk diamati atau diselewengkan demi kemaslahatan penguasa kolonial.
Meleburnya Kebudayaan Lama
Pada awal abad ke-20 Kebangkitan nasional mampu melahirkan kesadaran baru. Walaupun beberapa unsur kebudayaan lama tetap masih hidup, namun telah melebur dengan kebudayaan Indonesia baru.
Merujuk pada Max Lane, kebangkitan nasional memiliki konsekuensi dengan bergantinya kata keragaman (berbagai kebudayaan tradisonal tiap-tiap daerah) jadi hanya sebatas satu kata, yaitu tradisi.
Lane mengungkapkan hal ini dengan mencermati Tetralogi Buru, Pramoedya Ananta Toer. Novel-novel Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca sering digambarkan sebagai karya tentang kebangkitan nasional. Namun, tak sekalipun disebut kata Indonesia dalam 1.000 halaman fiksi sejarah sosial tersebut.
Kata itu memang tak ada karena gagasan mengenai Indonesia belum ada karena sebagai entitas, bangsa Indonesia pun belum ada.
Benturan selalu terjadi ketika sesuatu yang baru hadir dan bersinggungan dengan yang sudah ada sebelumnya. Dalam konteks Indonesia di dalam puisi ini, hal tersebut berkaitan dengan persinggungan kata tradisi dan kata modern yang hadir setelah adanya pengaruh dari luar.
Bersambung…
Discussion about this post