Bertahanlah,
tetap bertahan
tetap berharap
Generasi saat ini mengalami momen yang bisa saja akan terus diingat. Ramadan katanya mengurung setan, sekarang jadi ikut mengurung manusia juga. Ah, setan menertawakan kita semua, sambil meneguk cawan anggur dia menilik, “First time, eh?” Tepat seperti di dalam film “The Ballads of Buster”.
Ramadan di Jatinangor
Seandainya pandemi virus tidak ada, harusnya saat ini saya lagi berdesakan dengan teman-teman lainnya di antara sarnafil-sarnafil Bale Pabukon Unpad Jatinangor. Berebut antrian memesan jajanan. Ditemani kepul asap dan harum makanan yang menggoda iman untuk godin (buku puasa sebelum waktunya). Keadaan membuat semua itu mustahil terjadi. Berburu puluhan jenis jajanan untuk merayakan lepasnya lapar dan dahaga ketika adzan magrib berkumandang.
Momen-momen yang diharapkan, kesenangan tahun kemarin cuma jadi khayalan. Orang-orang harus saling menjaga jarak dan tetap di rumah. Tidak ada buka bersama, tidak akan ada ngabuburit, tidak akan buka puasa di tengah hari karena ada orang tua di rumah.
Pandemi ini membuat para pedagang makanan paling merasakan dampaknya. Kawasan di sekitaran Gerbang Lama (Gerlam) Unpad, sepi. Jatinangor hampir seperti kota mati tanpa Mahasiswa. Para pedagang harus putar otak kiri-kanan lantaran konsumen utama mereka sudah pulang ke kampung halamannya masing-masing.
Masih ingat kan sama Pajawan? Sahabat Kelana yang pernah melalui hidup sebagai mahasiswa Jatinangor atau pernah makan bareng sama mantan di sini, mungkin tidak akan lupa dengan Pajawan. Warung kopi legendaris di Jatinangor ini salah satu yang kena dampak. Tapi, mereka tetap bertahan.
Pajawan Menghadapi Pandemi Covid-19
Buat Sahabat Kelana yang tidak tahu, Pajawan berlokasi di belakang Koramil Jatinangor, warung kopi yang sangat menolong karena harga yang ramah kocek mahasiswa (red: saya).
Kabar terbaru, Pajawan terpaksa merumahkan beberapa pekerjanya. Saat ini yang bertugas hanya dua orang secara bergantian selama 24 jam. Warung makan yang sudah ada sejak sekitar 20 tahun yang lalu ini hanya mengandalkan pelanggan yang memesan melalui aplikasi daring.
Pajawan sudah tidak bisa mengandalkan pelanggan mahasiswa. Cara menyiasatinya, mereka mengurangi beberapa menu yang disediakan, bahkan saat saya memesan es jeruk, menu itu tidak tersedia.
Mereka tetap beroperasi di tengah pandemi virus Covid-19. Bukannya tidak punya pilihan, tapi keadaan memaksa untuk terus jualan, demi menyambung kehidupan. “Mau gak mau kita tetep jualan, buat nyari makan,” ujar salah satu pegawai Pajawan. Ia juga mencurahkan keinginannya untuk mudik tapi terhalang oleh aturan PSBB yang sudah berlaku di daerahnya.
Lumpia Basah Aa Puloh, Gak Pernah Lupa Rasanya

Pemilik Lumpia Basah Aa Puloh mengalami nasib yang serupa. Di hari-hari normal sebelum pandemi Covid-19, mereka biasa membuka tiga cabang: Gerlam Unpad, belokan Dunkin, dan di sekitar IPDN. Namun, karena kondisi tidak memungkinkan, Lumpia Basah Aa Puloh memutuskan hanya membuka cabang yang berlokasi di belokan Dunkin saja.

Tidak hanya cabang, mereka juga terpaksa untuk mengurangi jumlah produksi. Saat ini satu-satunya gerobak Lumpia Basah Aa Puloh yang berdagang hanya membawa dua baki telur. Jumlah porsi menyesuaikan dengan jumlah telur yang tersedia. “Itu juga seringnya gak habis,” ungkapnya ketika saya menemui langsung. Meski begitu, dia tetap bertaruh dan tidak menyerah!
Lumpia Basah Aa Puloh mencoba membiasakan diri dengan keadaan yang mirip pernah dialami ketika tahun 2001. Waktu itu rezekinya masih sering dipalak preman setempat. Sedihnya hari ini malah dipalak makhluk mikro tak kasat mata. Saat ini, Lumpia Basah Aa Puloh beroperasi di belokan Dunkin dari pukul 16.00 WIB.
Es Pisang Ijo Legendaris di Jatinangor Mengalami Nasib Serupa

Kondisi kurang membahagiakan juga diamini oleh Istri Mang Ari, ia mencurahkan keadaannya kepada saya sambil menyiapkan sajian Es Pisang Ijo Aneka Rasa. Sudah lebih dari sepuluh tahun mereka menjajakan dagangannya di Gerlam Unpad. Tahun ini, mereka tidak bisa pulang ke kampung. Mau tidak mau harus terus berdagang untuk bertahan di hidup Jatinangor.

Senasib dengan Pajawan dan Lumpia Basah Aa Puloh, Es Pisang Ijo Aneka Rasa juga dengan terpaksa harus mengurangi jumlah pekerja untuk menyiasati keadaan. Produksi Es Pisang Ijo Aneka Rasa dikurangi hingga lebih dari 50%, hanya mempersiapkan sekitar lima puluh porsi/hari. Mereka saat ini berjualan di sisi jalan sebelum belokan Sayang.
Demi bertahan hidup, para pedagang di sekitar kawasan Unpad Jatinangor mencoba strategi lain dengan mendaftarkan produk mereka ke jasa pesan antar makanan daring. Keadaan saat ini memang serba tanpa kepastian dan tidak dapat diduga. Meski begitu, kita semua harus tetap berusaha berjuang untuk hidup, tanpa pernah tahu kapan semua ini akan benar-benar berakhir.
Keadaan membuat kita perlu saling menguatkan, saling merangkul, saling berbagi dan mengasihi. Kita boleh terpukul, juga boleh terjatuh. Tapi setelah ini, kita berusaha untuk bangkit!
Tetap bertahan,
gelap akan segera sirna
Discussion about this post