• ABOUT US
  • PRIVACY POLICY
  • TERM OF USE
  • DISCLAIMER
  • HUBUNGI KAMI
  • SITEMAP
Kelana Nusantara
No Result
View All Result
  • Login
  • KELANA
  • SOSOK
  • AKOMODASI
  • BUDAYA
  • KULINER
  • OPINI
  • ACARA
Kelana Nusantara
  • KELANA
  • SOSOK
  • AKOMODASI
  • BUDAYA
  • KULINER
  • OPINI
  • ACARA
  • Login
No Result
View All Result
Kelana Nusantara
No Result
View All Result
Pengetahuan tentang Balobe dan Menghampiri Sufy di Piaynemo (Babak II, Bagian VII)

Piaynemo © Ady Arif Fauzan via Pixabay

Daun Kelor: Sejarah, Mitos dan Manfaatnya

Janda dan Stigma di Masyarakat

Pengetahuan tentang Balobe dan Menghampiri Sufy di Piaynemo (Babak II, Bagian VII)

Mencari hasil laut pada malam hari, saat bulan gelap dengan menggunakan alat tombak dari bambu yang disebut Kalawai

Deni Rajid by Deni Rajid
14 September, 2020
in Kelana, ZZ Slider Utama
4 min read
26 1
0
Share on Facebook

Sebelumnya Baca: Piaynemo Penyangga Perekonomian Kampung Pam (Babak II, Bagian VI)

Masyarakat Kampung Pam memiliki tradisi kearifan lokal yang disebut Balobe. Mencari hasil laut pada malam hari, saat bulan gelap dengan menggunakan alat tombak dari bambu yang disebut Kalawai.

Masyarakat memancing masih berdasarkan pada sistem pengetahuan setempat. Menggunakan insting untuk mengetahui waktu yang tepat dengan melihat kondisi alam.

Dalam Balobe, dong menghitung saat tiba bulan gelap. Ketika ikan akan berkerumun karena keterbatasan penglihatan.

Baca jugaArtikel :

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

Masyarakat pesisir Raja Ampat, khususnya nelayan di Kampung Pam memiliki kemampuan melihat bintang untuk mengetahui jenis ikan tertentu.

Saya mendengar langsung kisah nenek moyang mereka yang dari Bapa Saul Urbasa tentang Bintang Kamyan, Bintang Tarmur, dan Bintang Cawako.

Ketiga bintang ini dijadikan pemandu untuk mengetahui musim Teteruga dan menandakan hitungan musim angin serta musim ikan gemuk.

Ketika tiba musim ini, orang tua terdahulu turun ke laut dengan membawa Aco semacam tombak (untuk menikam Teteruga).

Saat musim Balobe tiba, masyarakat turun ke laut dilengkapi lampu petromak sebagai sumber penerangan utama. Lampu diletakkan tepat di muka perahu, agar ikan berfokus pada cahaya.

View this post on Instagram

Seorang pemancing sedang Balobe mencari teripang pada acara Buka Sasi di Kampung Folley, Raja Ampat. Balobe adalah teknik memancing di perairan dangkal pada malam hari dengan bantuan sinar lampu petromak. (2017) #local #wisdom #human #papua #rajaampat #culture #buka #sasi #balobe

A post shared by Fachmi Azhar Aji (@azharfachmi) on May 16, 2018 at 7:30am PDT

Selanjutnya, cahaya akan menggiring ikan sampai ke tempat dangkal, kemudian dong menombaknya dengan Kalawai.

Saat Balobe, baiknya berangkat dengan minimal dua orang. Satu orang memegang kontrol kemudi mesin perahu, satunya lagi fokus menombak ikan dengan Kalawai. Pace mengatakan, lebih dari dua orang berangkat Balobe lebih bagus.

Menombak ikan dengan Kalawai © Johana Nita

Adakalanya dong berjalan di air Meti (air surut) dengan cukup membawa Kalawai menombak jenis ikan Samandar Papan (Baronang).

Aktivitas Balobe di Kampung Pam hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sehari-hari dan berbagi dengan tetangga.

Cerita Pace sebagai nelayan

Obrolan semakin panjang, kemudian berlanjut saya menggali kisah Pace Maikel sebagai seorang nelayan. Kopi senang dan tembakau gulung dengan setia menemani, membuat kami bahagia ngadu bako (gulung tembakau). Di sela obrolan Pace berujar, “Rojer gulung dulu, masih adakah anggur kupunya?”

“Masih pace”

Pace sempat berucap, kebiasaan saya mengingatkannya pada kebiasaan orang tua dulu. Menghisap tembakau Anggur Kupu.

Saya menjadikan Pace Maikel sebagai Narasumber selama tinggal di Kampung Pam. Di beranda teras dapur saya mulai bertanya, “Baru Pace di umur berapa tahun menjadi seorang nelayan?”

“Dari kapan ya, lupa kalau sudah mengingat tahun, tapi bisa dibilang su dari kecil ikut-ikut orang tua kalau mencari”, terangnya.

“Sudah jadi kebiasaan turun temurun Pace, ya?”

“Iyo itu sudah mas Rojer”

“Kalau mulai jual ikan hasil mencari sendiri, sejak kapan itu? melanjutkan keingintahuan saya.

“Mungkin pas umur 16 tahun kah, mulai sa jual ikan hasil mencari sendiri”

“Sempat diajarkan tidak kah sama orang tua cara mencari ikan?”

“Tidak pernah mas, saya sering lihat orang tua saja, terus sedikit-sedikit dong suruh bawa motor, pantau bapa Molo ikan (panah ikan), ke sininya sudah dibolehkan bawa motor, sampai mencari ikan sendiri”

“Ikan jenis apa saja itu yang dijual?”

“Banyak mas Rojer, ikan Cakalang, Bubara, dua ikan itu saja su pu jenisnya lagi, kadang juga ikan Batu-batu juga dijual,” ujar Pace sambil menyeruput kopi, sedang saya kembali gulung si anggur kupu.

Penghasilan tidak tetap seorang nelayan

Pace kemudian menceritakan hal yang sensitif. Pekerjaan sebagai nelayan, penghasilannya tidak tetap. Sebab harus menyesuaikan cuaca serta menentukan tempat mencari ikan, itupan bersyukur kalau jaraknya dekat.

Pace juga sempat mengutarakan keluhan, beberapa kawasan saat ini sudah banyak dilarang untuk mencari ikan. Ia merasa belum mendapat solusi atas aturan yang kerap membuat bingung nelayan kecil.

Khususnya bagi para nelayan di perkampungan. Mereka mencari ikan secara mandiri tanpa peralatan modern yang mumpuni.

Tapi dibalik semua keadaan yang dihadapi para nelayan kecil ini, dong berucap, “hanya untuk sekedar bertahan hidup”. Artinya, tidak dengan jumlah besar seperti para pengusaha yang memiliki bagang di tengah laut.

Pace pernah mendapat hasil 1 juta lebih dalam sehari kalau sedang beruntung, di saat normal biasa dapat di bawah Rp500.000 belum terpotong BBM.

Malam larut hingga tidak terasa mata kami sudah 5watt pas. Saya mengakhiri pesan, “besok lanjut lagi Pace bantu cari cara supaya bisa nengokin Sufy.”

“Iyo besok sudah, nanti coba ambil dulu minyak ke kios, mudah-mudahan bisa ya mas Rojer”

Merasakan pengalaman molo ikan

Berhubung akses komunikasi mengalami kendala jaringan, saya bersama Pace Maikel dan Yesaya (putra pace) memilih untuk menghampiri Sufy ke Piaynemo.

Keputusan yang satu ini memerlukan obrolan panjang antara saya dan Pace, masalahnya saya tidak punya cukup uang untuk membeli minyak menuju Piaynemo.

Hingga akhirnya Pace memilih bertaruh dengan berangkat sembari mencari ikan.

Akhirnya, dalam benak saya berucap syukur. Tepat setelah Yesaya angkat jangkar, kemudian menarik perahu sampai baling-baling motor aman untuk dinyalakan.

Pagi itu, Pace mengabulkan keinginan saya yang terpendam untuk sampai di Piaynemo.

Imaji mulai menggila menikmati semua keindahan di sekitar.

“Rojer sebelumnya pernah panah ikan tidak?” tanya Pace menyadarkan lamunan ketika perahu menyusuri gugusan pulau.

“Belum pernah Pace, saya tidak terlalu mahir juga berenangnya,” timpal saya sambil ceungengesan.

“Jadi ini pertama kalinya ya ikut molo ikan?”

“Pernah juga waktu saya lagi di Karimun Jawa, Pace, tapi tidak sempat mencoba, cuma snorkeling saja mengikuti yang memanah, itu juga pakai pelampung, Pace”

“Oh begitu yah, Ini juga maskernya cuma ada satu, kalau ada dua barang kali Rojer mau coba-coba kah?”

“Wah belum kayanya Pace, masih takut”

“Masih takut ee, iyo sudah kalau begitu jaga kemudi sama Yesaya ya, nanti kalau saya ada teriak berarti itu kode, perahu terlalu jauh, atau terlalu arus kencang”, terang Pace.

Menuju Piaynemo

Saya dan Yesaya tidak mengabaikan pesan Pace, kami bergantian berenang, tiba giliran saya, “adek perahunya jangan jauh-jauh dari saya ee, kaka masih takut berenang,” terus terang saya dari pada menyesal, harus tenggelam di beningnya air yang menembus pasir putih dan terumbu karang.

Pace berteriak sambil melambaikan tangan dengan perkiraan jarak 30 meter lebih. Kini giliran Yesaya yang masih duduk di bangku sekolah dasar kelas 4, beraksi.  Ia menyela tali motor dengan gesit, kemudian saya menarik jangkar.

Yesaya langsung mengarahkan kemudi menuju Pace, cepat saja muka perahu sudah saling berhadapan.

Pace naik ke perahu lalu berujar, “Rojer di depan gelombang besar ee”, beri tahunya sambil melepas masker, lalu ia mengambil alih kemudian sambil melempar tanya.

“Rojer mau ke Sufy sekarang?”

“Dari Pace saja toh”, timpal saya

“Ke sana sekarang saja ya, nanti pulangnya baru lanjut lagi kita mencari ikan”

Perahu melaju sedikit melawan arus, karena posisi kita ada di belakang pulau Piaynemo, hanya tinggal satu kali menyeberang. Kami masuk lewat belakang pintu masuk Piaynemo.

Bertemu Sufy di Piaynemo

View this post on Instagram

Diberikan kesempatan merasakan menjadi bagian tim penjaga pos wisata piaynemo Rajaampat selama satu minggu di tengah2 lautan luas. Kawasan wisata ini dikelola sepenuhnya oleh masyarakat 3 kampung terdekat yang berada di distrik Waigeo kepulauan, kabupaten Rajaampat. Disini dibentuk LSM yayasan peduli pendidikan, sistem keuangan pariwisata disana sebagian dialokasikan untuk biaya pendidikan anak di 3 kampung, kampung saupapir, saukabung, dan faam. Lokasi wisata ini disediakan rumah sederhana diatas permukaan laut untuk menginap tim dan pos jaga, untuk keperluan makan kami membawa beras dan makanan pokok lainnya dari kampung, kadang juga memancing ikan untuk lauk nya. Terimakasih pace dimarah sebagai kepala kampung beserta teman- teman lainnya. Video terakhir pemandangan setiap pagi, hiu sirip hitam selalu lewat rumah tinggal kami.

A post shared by Sufi. S. Muthahar (@mangsenyor) on Aug 26, 2019 at 4:48am PDT

Sesampainya di pos Piaynemo tempat tiket keluar masuk speedboat pariwisata. Saya langsung bertemu Sufy yang kebetulan sedang bertugas menjaga pos.

Saya kaget, sekaligus terbawa miris melihat kondisi Sufy yang terserang Agas. Bisa dibilang dari kaki, lengan, dan badan hancur membekas bintik merah akibat sengatan Agas.

Kemudian Sufy menceritakan kronologis kenapa ia bisa terkena Agas, ketika sedang berjaga, ia khilaf ketiduran di samping papan pos bertuliskan Welcome to Piaynemo.

Sufy bercerita saat kami sedang duduk-duduk ditemani Pace-pace yang sedang bertugas menjaga pos.

“Poho pisan mang ngeuleunyep weh kasarean sore-sore, aslina mang ieu geus teu kuat kudu dipariksa uy” (lupa banget mang ketiduran sore-sore, serius mang ini udah gak kuat harus diperiksa) sembari garuk-garuk tiada henti ia memberi tahu saya.

Thanks God!!! Akhirnya saya sampai di puncak Piaynemo

View this post on Instagram

Su dilihat dari atas And than arraund island more than crazy, Deep deep in Looking coral very beautiful And I'm enjoying snorkeling with made in God. And than I said… Thanks God. #Indonesia #RajaAmpat #Waisai #piyanemo #rojerampat #ruangrojer #justforlife #gobackpackercheeper #rojermans

A post shared by denirajid (@rojermans) on Apr 25, 2019 at 1:59am PDT

Setelah mengobrol-ngobrol, Sufy menyarankan saya untuk langsung mendaki puncak Piaynemo. Pencapaian yang sempat tertunda tiga hari.

Ia memberi saya sebatang rokok pengganti anggur kupu yang ketinggalan di Kampung Pam.

“Sok mang ngeunaheun pisan, mantap pokona mah” 

“aslina mang”.

“Aslina, jongjon keun mang!”

Kemudian Pace mengantar saya dengan perahu kayu yang melaju pelan, seakan Pace mengerti sisi terindah menikmat pemandangan Piaynemo dari dekat.

Gugusan bukit karst dengan air seperti kaca menembus terumbu karang beragam warna. Beragam jenis ikan penuh warna bersebaran saat tiba di papan berlantai, Piaynemo.

Terasa sulit bagi saya untuk tidak terburu-buru, sesegera mungkin ingin sampai di atas puncak. Nyatanya tidak mudah untuk sekadar menikmati saja.

Saya harus sedikit berjuang mendaki anak tangga dengan pepohonan endemik yang meneduhkan.

Pendakian lumayan menguras keringat, hitung-hitung olahraga menaiki anak tangga.

Sejenak saya beristirahat di pondok yang sudah disediakan. Spot di dalam hutan perbukitan karst menawarkan keheningan dengan orkestrasi acapella burung, menjernihkan seisi pikiran.

Kini saya menjejaki anak tangga, semua indera saya merespon keindahan ini.

Terima kasih Tuhan, tanpa henti saya berucap rasa syukur bersama keagungaNya. Sejauh mata memandang tidak ada satu ranting pun yang membatasi mata ini, seutuhnya menikmati keindahan dasar laut dari puncak Piaynemo.

Paduan suara burung tiada henti berdendang berselaras dengan angin yang menerpa saya.

Sebatang rokok lebih dari kata nikmat menjelma kontemplasi yang saya aminkan. “Thanks God!”

Tags: BalobeBekal PetualanganmuKalawaikelananusantaraPiaynemo
Share104Tweet9Pin3SendShareSend
Previous Post

Daun Kelor: Sejarah, Mitos dan Manfaatnya

Next Post

Janda dan Stigma di Masyarakat

Deni Rajid

Deni Rajid

Saya bagian dari alumnus Seni musik tradisional, Sejarah, hingga menggauli backpacker writing story without money.

Related Posts

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong
Kuliner

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)
Opini

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

15 September, 2020
116
Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)
Opini

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

14 September, 2020
138
Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)
Kelana

Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

13 September, 2020
134
Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang
Budaya

Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang

13 September, 2020
302
Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim
Akomodasi

Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim

14 September, 2020
356

Discussion about this post

Artikel Terpopuler

Mahabhusana Wilwatiktapura, Pakaian Kerajaan Majapahit

Mahabhusana Wilwatiktapura, Pakaian Kerajaan Majapahit

26 Februari, 2020
2.3k
Mengapa Orang Sunda Malas?

Mengapa Orang Sunda Malas?

15 Mei, 2020
4k
Menelusuri Kisah Tari Topeng Malangan

Menelusuri Kisah Tari Topeng Malangan

5 Maret, 2020
722
Daun Kelor: Sejarah, Mitos dan Manfaatnya

Daun Kelor: Sejarah, Mitos dan Manfaatnya

14 September, 2020
381
Mengingat Kembali Puisi Mbeling

Menafsir Mata Jeihan Memotret Pancasila

3 Juni, 2020
277
Belanja Tanaman Hias di Grace Rose Farm

Belanja Tanaman Hias di Grace Rose Farm

21 Februari, 2020
188

Rekomendasi Kelana

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

[Review] Pempek Lala Palembang Diburu Oleh Pecinta Kuliner dan Pelancong

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian II)

15 September, 2020
116
Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

Sanggama dan Pesantren: Penyatuan Nafsu dan Rahasia Ilahi (Bagian I)

14 September, 2020
138
Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

Piaynemo – Kampung Pam – Piaynemo – Pasir Timbul – Waisai (Babak II, Bagian VIII)

13 September, 2020
134
Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang

Klenteng Hwie Wie Kiong dan Klenteng See Hoo Kiong di Pecinan Semarang

13 September, 2020
302
Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim

Staycation di Verse Luxe Hotel Wahid Hasyim

14 September, 2020
356

Yuk Ikuti Kelana Nusantara!

  •       taufan haidar   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  •       evaanggarr   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  •       delumanto   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  •       ant tiflen   kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • AS Laksana dan Yusi Avianto Pareanom membawa Semarang yang berbeda dari Nh  Dini  Semarang yang lebih aktual dan kekinian  Tidak ada sawah dan burung kuntul yang beterbangan di atasnya  Tidak ada seekor kerbau menarik pedati untuk mengangkut hasil bumi    Foto oleh  wachidchoirulamin      Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • masyarakat Kayaan terdahulu menganggungkan konsep spiritual pada tiga pilar  yakni  Tenangan   pembagi rejeki    Tipang   pencipta   dan  Tinge   pemelihara   Tiga pilar ini memiliki kemiripan dengan konsep trinitas gereja    Foto oleh  litenatu id      Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • Rendang dan kopi pasangan serasi makanan terenak di dunia     Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • Family Cafe Bergaya Bohemian di Cijantung  Jakarta Timur     Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
  • Restoran yang mengampanyekan gaya hidup Vegan demi lingkungan     Selengkapnya di kelananusantara com       kelananusantara2020  kelananusantara  bekalpetualanganmu
Facebook Twitter Instagram

Bekal Petualanganmu

Iwakmedia Digital Indonesia

Iwakmedia Workshop II
Ruko Jatimurni, Jl Jatimurni No. 2.
Jatipadang, Pasar Minggu.
Kode Pos 12540. (+6221) 780 8020.
Jakarta - Indonesia
Basecamp Kelana Nusantara
Jl. Mentor, Gg Dakota, RT.01/RW.05
Sukaraja, Cicendo.
Kode Pos 40175.
Kota Bandung - Indonesia

Tentang Kelana Nusantara

  • About Us
  • Privacy Policy
  • Term Of Use
  • Disclaimer
  • CONTACT US

Kelana Nusantara © 2020. All Rights Reserved. Powered by iwakmedia.

No Result
View All Result
  • Kelana
  • Sosok
  • Akomodasi
  • Budaya
  • Kuliner
  • Opini
  • Acara
    • Artikel Acara
    • Kalendar Acara
  • Login

Kelana Nusantara © 2020. All Rights Reserved. Powered by iwakmedia.

Welcome Back!

Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Sign Up with Google
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Cookie settingsACCEPT
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary Always Enabled

Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.

Non-necessary

Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.

Add New Playlist