Sahabat Kelana, kapan hayo terakhir wisata budaya? Perjalanan kelana kali ini, kita akan menelusuri Kampung Adat Cireundeu yang lokasinya deket pusat kota Cimahi.
Di tengah arus modernisasi, perkembangan teknologi dan digitalisasi, saat ini masih ada Masyarakat desa yang menjaga kearifan lokal. Menjaga harmonisasi hidup dengan sesama manusia dan alam.
Berada di Desa Cireundeu, tepatnya di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi, kampung adat ini sukses berswasembada pangan. Mengembangkan singkong sebagai makanan pokok, alternatif beras. Singkong ditanam secara mandiri di desa ini, kemudian diolah menjadi “Rasi” (beras singkong).
Sejarah Rasi di Kampung Adat Cireundeu
“Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.”
Pada masa penjajahan Belanda, masyarakat Cireundeu mengalami era kekurangan pangan, khususnya beras. Ketika itu, masyarakat di desa ini sepakat untuk wajib berpuasa mengkonsumsi nasi beras, lalu menggantinya dengan nasi singkong sampai waktu yang tidak terbatas.
Tujuan berpuasa untuk mendapatkan kemerdekaan lahir dan batin. Menguji keyakinan para penganut aliran kepercayaan supaya selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
“Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat.”
Pedoman dan prinsip hidup yang sedari dulu dianut oleh nenek moyang mereka hingga kini masih dipegang kuat. Hal inilah yang menjadi awal mayoritas masyarakat Kampung Adat Cireundeu mengolah bahan pangan singkong menjadi “Rasi”.
Swasembada Pangan dengan Singkong
Mayoritas masyarakat Kampung Adat Cireundeu telah membudayakan aktivitas menanam singkong. Mulai dari proses pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pembuatan beraneka ragam jenis makanan berbahan dasar singkong salah satunya adalah “Rasi”.
Aktivitas ini telah dilakukan sejak lebih dari 85 tahun, jadi keseharian. Masyarakat desa ini sudah mandiri dalam hal ketahanan pangan pokok. Sehingga relatif tidak terpengaruh oleh gejolak sosial – ekonomi terutama pada fluktuasi harga dan ketersediaan beras.
Penanda Masuk Wisata Budaya Kampung Adat Cireundeu
Wisata budaya di Kampung Adat Cireundeu, diawali dengan penanda masuk berupa Monumen Meriam Sapu Jagat, simbol satria pengawal bumi Parahyangan dan sebuah tugu yang bertuliskan “Wangsit Siliwangi: Jujur, Ksatria, Membela Rakyat Kecil, Sayang Kepada Sesama dan Menjadi Wibawa”.
Masuk melului gerbang, menelusuri pemukiman masyarakat sejauh 200 meter, Sahabat Kelana akan menemui Saung Baraya Mang Ali dan gerbang masuk yang mengarahkan ke destinasi selanjutnya, yaitu Bale Saresehan.
Bale Saresehan
Bale Saresehan bermediakan mayoritas bambu dan kayu, memiliki luas sekitar 200 meter persegi dengan kapasitas 100 orang. Bangunan ini berbentuk persegi empat, melambangkan empat arah mata angin. Di langit-langit Bale Sarasehan terdapat empat kain terbentang dengan empat warna berbeda.
Warna merah, kuning, hitam dan putih. Warna merah melambangkan api dan api bermakna zat inti kehidupan, warna kuning melambangkan angin bermakna energi kehidupan, warna hitam melambangkan tanah bermakna keteguhan hati, dan terakhir yaitu warna putih melambangkan air dan kesuburan.
Di samping Bale Saresehan terdapat panggung pertunjukan yang biasa dipakai untuk melangsungkan berbagai pertunjukan seni tradisi Sunda, di antaranya upacara adat Suraan, pertunjukan seni karinding, tarian, angklung buncis, wayang golek dan sebagainya.
Tradisi ini dilakukan sebagai rasa syukur kepada Yang Maha Pencipta atas karunia dan kenikmatan yang telah diterima.
“Masih gak nyangka kan, kalau ini semua berada di wilayah kota Cimahi”.
Imah Panggung, Kampung Adat Cireundeu
Gak jauh dari Bale Saresehan, Sahabat Kelana akan menemukan Imah Panggung dengan ukuran cukup besar. Rumah panggung adalah hasil karya arsitektur tradisional mayoritas kebudayaan manusia Indonesia. Di beberapa wilayah rumah panggung memiliki keanekaragaman bentuk dan nama. Namun, rumah panggung memiliki kesamaan dari segi fungsi dan media utama bahan pembentuknya.
Itulah pengalaman wisata budaya menelusuri Kampung Adat Cireundeu. Banyak pelajaran menarik soal kearifan lokal, sejarah, dan nilai budaya yang bisa didapat. Sahabat Kelana, Jika ingin habiskan liburan di kota Cimahi dengan lebih berkesan, jangan ragu untuk ke sini ya.
Discussion about this post